Update COMMIT: Tim Bertemu Ibnu dan Aziz di Kota Palu

PALU, COMMIT – Tim COMMIT tiba di Kota Palu sekitar pukul 14.30 Wita, Kamis, (11/10). Sebelumnya, tim menyaksikan pemandangan pasca bencana di pesisir Donggala terutama di perbatasan dengan Kota Palu. Terlihat posko pengungsian, tenda-tenda, papan informasi permintaan bantuan serta anak-anak kecil yang menyediakan kotak-kotak amal.

Terkait apa kegiatan tim di hari pertama, berikut laporan Kamaruddin Azis dari Kota Palu.

***

Memasuki Kota Palu dari arah Donggala, saya terperangah pada pemandangan yang ada. Banyak rumah rubuh, rusak parah, bahkan terlihat rata dengan tanah. Terlihat perahu dan mobil yang ada di antara rumah yang telah berantakan, ditengarai karena hempasan tsunami.

Puluhan orang terlihat bekerja membersihkan puing-puing, ada juga yang menggali tanah untuk kepentingan kelistrikan, ada warga yang terlihat mengangkat sesampahan sementara mobil lalu lalang mengangkut puing-puing dan juga barang-barang bantuan,

Terlihat dari jauh bagian jembatan Kuning yang fenomenal itu. Kami berbelok ke kanan dan meliuk di jalanan menanjak. Banyak toko atau ruko tutup. Suasana jalan raya sebagian lempang sebagian tertutup karena kondisi jalan yang rusak parah.

Upaya tanggap darurat masih berlangsung di Palu dan sekitarnya dan tentu saja membutuhkan solidaritas konkret kita semua.

Kami sampai di Posko Bersama COMMIT, SCF dan Elsim di Jalan Zebra atau sekitar 5 kilometer dari tepi pantai. Di mobil pertama ada Ashar Karateng, Abd. Gani, saya dan Syahrir Ramadan dari SCF.

Di mobil kedua yang berisi material bahan bantuan para sahabat ada Daeng Udding dan Darwis, warga Moncongloe Maros yang tak keberatan untuk kami ajak melata di ruas jalan Trans Sulawesi lebih dari sehari semalam.

Sore itu, Aziz dan anggota tim Relawan Ebony menyambangi kami. Pelukan persahabatan antara Ashar dan Aziz menandai misi ini telah menunaikan salah satu misinya. Menebas jarak rindu pasca bencana.

Lalu datang pula Ibnu Mundzir, sahabat COMMIT lainnya yang saat ini bekerja di Pemkot Palu. Keduanya adalah mitra kerja kami sejak lama.

Terkait gempa, Ibnu bercerita bahwa dia sedang ada di Kantor Pemkot dan harus menunaikan shalat magrib.

“Sebelum gempa dan tsunami datang saya hanya drop barang-barang kebutuhan acara lalu kembali ke kantor, shalat magrib. Allah masih menjaga saya malam itu,” katanya.

Ibnu melanjutkan disertai mimik yang jenaka. “Saya kembali ke rumah pukul 10 malam, saat gelap dan sampai sana istri bilang – anakmu masih di sekolah,” katanya lagi sembari melepas senyum.

“Saya langsung ke sekolah saat itu juga,” tambahnya. Anak Ibnu selamat.

Aziz juga bercerita tentang pagar belakang rumahnya yang rubuh juga tentang mobilnya yang rusak. “Untung saya tidak lewat pintu belakang saat itu, padahal biasanya saya lewat situ,” katanya.

Di telepon, saya mendengar Ashar berbicara dengan Nur Sangaji, akademisi UNTAD yang juga ikut membidani lahirnya COMMIT, sosok menyenangkan dan kawan karib kami.

Malam itu, 11/10, saya leyeh-leyeh sembari memandangi Aziz, Ibnu dan Ashar yang sedang bersukacita. Perbincangan dengan Ibnu dan Aziz berlangsung hangat juga penuh canda tawa.

Sekitar pukul 19.00 ada bunyi menggemuruh, seperti geluduk, yang kemudian dilaporkan sebagai gempa susulan. Kami bergegas berdiri dan keluar rumah lalu kembali ke teras rumah atau sekitar 5 menit kemudian.

Gempa semalam mengingatkan saya pada suasana Aceh di tahun 2015 yang kerap diguncang gempa susulan. Juga saat berjalan di ruas jalan Pulau Nias dan tanah bergoyang di tahun 2016. Ingatan yang semoga dapat menguatkan daya tahan dan daya adaptasi kita.

Kami melanjutkan obrolan juga melepas rindu untuk mendengar cerita masing-masing. Kami menggenapkan hari dengan tidur di ruang tamu dengan pintu terbuka. Diantar doa-doa terbaik, kami menunggu pagi harapan, berharap semua tetap baik-baik saja.

***

Pagi ini, 12/10, saya memeriksa paket bantuan dari sahabat sekalian yang telah di-packing dengan baik, ada beras, minyak goreng, gula, garam, keripik udang, mie instan hingga pembalut dan kebutuhan sanitasi lainnya seperti sabun dan pasta gigi.

Pagi masih muda di Kota Palu, saya memandangi ufuk timur yang memancarkan cahaya, cahaya harapan.

Hari ini, kami berencana bertemu beberapa warga Palu, berbagi harapan dan menyampaikan salam sahabat sekalian yang sejauh ini tetap berada di samping mereka meskipun secara fisik jauh di seberang, di Makassar hingga Dar Es Salaam.