Jumiadin, dari ‘Master Facilitator’ ke Spesialis Teknologi Tepat Guna

WAKATOBI, COMMIT – Jumiadin, peserta seri pelatihan fasilitator JICA-CD Project, 2007-2012, asal Wakatobi, saat ini menekuni bidang teknologi tepat guna. Pria kelahiran Pulau Tomia ini berpengalaman panjang di urusan penyuluhan dan fasilitasi masyarakat di bidang pertanian sejak 2009 sebelum mengikuti ikut serta di program pelatihan CD Project itu.

Berikut hasil wawancara admin COMMIT yang menemuinya di Kota Wanci, Wakatobi,  (24/12).

“Setelah mengikuti serangkaian pelatihan fasilitator masyarakat dari JICA, mendapat sertifikat ‘master facilitator’ di 2012 itu, saya kembali ke Wakatobi, tetap sebagai penyuluh pertanian sekaligus mengurus LSM Setia Karang fokus di isu pesisir dan laut,” kata tenaga ahli teknologi tepat guna Kementerian Desa yang bertanggungjawab untuk Kabupaten Wakatobi sejak 2016 dan pernah menjadi Senior Extension Training Officer (SETO) program Coral Reef Rehabilitation and Management Program fase II (2007-2009).

Jumiadin saat berada di Desa Kollosoha, Tomia (dok: istimewa)

Level Master Facilitator yang dimaksudkan di ranah CD Project, berarti dia bisa bisa menyiapkan, mengatur, menangani dan menjadi fasilitator dalam pelatihan-pelatihan fasilitator masyarakat. Mempunyai pengalaman, skill dan sikap tulus dalam mendorong transformasi di tingkat masyarakat terutama di desa-desa serta selalu sedia menjadi tempat konsultasi dalam menyusun agenda perubahan di grassroot dan level-level Pemerintah.

“Sebelum ke Wakatobi, saya bekerja di area Kabupaten Konawe di tahun 2015, 10 bulan di sana. Awal Agustus 2015 lalu pindah ke Wakatobi bulan November 2016,” jelas pria kelahiran tahun 1978 ini.

“Tugas pokok saya, berkontribusi pada peningkatan kapasitas pendamping desa dan pendamping lokal desa, terutama untuk mendampingi desa dan antar desa dalam pengembangan teknologi tepat guna. Yah ikut serta memberi masukan, pokok-pokok pikiran, prinsip dan substansi TTG,” imbuhnya.

Selain itu, kata Jumiadin, dia ikut pula mendorong unsur Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam penyusunan dan pengayaan regulasi terkait teknologi tepat guna ini.

“Kami juga mendorong OPD agar mengembangkan, mengadopsi dan mempromosikan teknologi tepat guna agar bisa meningkatkan hasil pengelolaan sumberdaya alam utamanya pesisir dan laut khas Wakatobi,” jelas sosok yang baru saja meraih gelar Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Administrasi Publik di Universitas Dayanu Ikhsanuddin, Kota Bau-Bau ini.

Jumie di salah satu acara TTG (dok: istimewa)
Jumie berbagi pespektif dengan pihak terkait (dok: istimewa)

“Tugas lainnya, mengajak OPD untuk ikut serta dalam meningkatkan kreativitas teknologi tepat guna tingkat kabupaten Wakatobi, bahkan dari tingkat desa agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi memang harus datang dari bawah sebelum diangkat ke atas,” lanjutnya.

Apa yang menjadi tugas Jumiadin tersebut, relevan dengan subtansi Permendes No. 23/2017, tentang pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sumberdaya alam desa meski menurutnya tidak gampang.

“Ada beberapa tantangan, terutama kapasitas pihak terkait, baik teknis dan manajerial,” ucapnya.

“Di Wakatobi ini, ada 75 desa dan untuk urusan desa digabung dengan bidang lain, nama Dinasnya P3APMD, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Msyarakat dan Desa. Jadi bisa dibayangkan betapa kompleksnya ini urusan,” katanya tertawa.

Saat saya mulai bekerja, kata Jumiadin, untuk urusan TTG ini, di Wakatobi masih ditangani satu bidang pemberdayaan masyarakat desa, tetapi saat ini, justeru menjadi seksi.

“Itupun, bukan sepenuhnya TTG tetapi gabung dengan seksi lain seperti sosial dan ekonomi,” kata alumni jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Univeristas Haluoleo penggemar klub bola Barcelona ini.

Di pikiran Jumiadin, seharusnya isu TTG ini juga berkaitan dengan kegiatan-kegiatan khas Wakatobi seperti pengelolaan terumbu karang, konservasi mangrove atau hutan, termasuk isu-isu sanitasi kesehatan, industri skala kecil dan pasca panen.

Dua ‘Master Facilitator bertemu. Jumie dan Kepala Bappeda Konkep, Sultra (dok: istimewa)

“Maksud saya, bagaimana para pihak itu berkreasi dengan menghasilkan dan menerapkan teknologi tepat guna. Misalnya aplikasi teknologi atau teknik replantasi terumbu karang,” katanya.

“Pengolahan sumberdaya hasil perikanan, teknologi, misalnya pengeringan atau penanganan pasca panen, pembuatan abon ikan, bakso atau produk-produk olahan lainnya,” papar pria yang biasa dipanggil Jumie ini.

Jumiadin bersama warga Desa Sandi, Pulau Kaledupa (dok: istimewa)

Saat ini, kata Jumie, dia juga mendorong agar semua pihak peduli pada penanganan dan pengolahan sampah atau limbah rumah tangga. Di desa-desa pesisir, kita melihat masih banyak yang bersoal dengan sampah.

“Karenanya kami mendorong supaya dana-dana desa, atau dana dari luar, bisa digunakan juga untuk mengelola sampah ini dengan tepat. Apa lagi Wakatobi ini merupakan destinasi wisata, jadi kami merasa bertangggung jawab untuk menjadi bagian dalam pengurangan risiko sampah ini,” tutupnya.