Palu Pasca Bencana dan Inspirasi Seorang Kawan (Bagian 2)

Palu, COMMIT – Ibnu Mundzir, kontributor COMMIT yang juga bekerja sebagai ASN di Kota Palu membagikan inspirasi dari pertemuannya dengan Mr. Matsui Kazuhisa, sosok yang disebut sebagai peneliti Sulawesi dan mempunyai pengalaman panjang bekerja untuk bidang pembangunan di regional Sulawesi. Berikut catatannya.

***

Catatan yang saya beri judul Palu Pasca Bencana dan Inspirasi Seorang Kawan (Bagian 2) ini merupakan refleksi dari hasil pertemuan kami dengan Mr. Matsui di Kota Palu, 22 November 2018.

Saya terkesan dengan intro obrolan kami bahwa setiap daerah bisa saja kena bencana namun ada sedikit pihak yang mau belajar terhadap kebencanaan yang terjadi tersebut.

Adalah penting untuk membayangkan situasi Palu pasca bencana. Dan saya mendapat pintu masuknya dari seorang kawan bernama Matsui-san tersebut. Sahabat saya, Kamaruddin Azis di Yayasan COMMIT memanggilnya Daeng KM, sebuatan tanda persahabatan.

Untuk kasus kebencanaan yang terjadi di Kota Palu, sebagaimana yang saya tangkap dari sosok yang telah wara-wiri di Sulawesi sejak tahun 90-an adalah bahwa secara tidak langsung menunjukan kekayaan lokal dari aspek antropologis dan sosiologis-kultural.

Seperti penamaan likuifaksi, yang memiliki padanan lokal yaitu nalodo, tsunami disebut bombatalu, padahal padanan dalam bahasa Indonesia pun belum memiliki bahasa sebutan tentang fenomena alam ketika tanah kehilangan daya tahannya atau ombak dengan kekuatan besar menerjang pantai.

“Jangan biarkan, orang luar men-drive Kota Palu, inilah saat, orang Palu harus bisa mengambil perannya, seperti dalam hal penelitian dan inisatif lokal pasca bencana untuk segera mengambil langkah tindak dalam me-recovery sosial ekonominya” tutur founder Matsui Global LLC, yang bekerja sebagai konsultan, fasilitator dan katalis, di Jepang, Indonesia dan dunia.

Di tengah kesibukannya, Matsui datang ke Kota Palu, untuk memonitoring bantuan yang sudah disalurkan dari masyarakat Jepang yang dia kumpulkan untuk membantu masyarakat di Kota Palu. Selam ini dia banyak mendukung kerja-kerja sosial seperti melalui Yayasan COMMIT, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) hingga jaringan INSIST.

Menurutnya, banyak orang dan ilmuwan akan datang, belajar kebencanaan di Kota Palu, sangat rugi jika orang di Palu sendiri tidak mengambil peran di situ, sehingga ilmu tersebut akan mengalir keluar, tanpa terjadinya peningkatan kapasitas bagi ilmuwan lokal.

Padahal sama diketahui bahwa bencana itu memiliki sifat pengulangan, sehingga kita bisa dicaci maki oleh generasi akan datang, jika kurang tanggap dalam meninggalkan berbagai catatan mitigasi dan antisipasi terhadap aspek kebencanaan tersebut.

Menurut Matsui, jika ingin mengembangkan, perekonomian suatu daerah pasca bencana, bisa mencontoh yang dilakukan oleh pemerintah Prefektur Fukushima saat terjadinya bencana kebocoran instalasi nuklir tahun 2011, dengan membuat daerah tidak ditinggalkan oleh masyarakatnya, melalui pemberian insentif dan keberpihakan bagi para generasi muda.

Tujuannya agar segera bangkit berusaha dengan mengandalkan sektor industri kreatif, dan pemerintah membuat terobosan kebijakan, dengan membebaskan seluruh pajak, membuka klinik ide bisnis dan mempromosikan serta menyiapkan pendampingan usaha bagi generasi muda tersebut.