Mengapa Desa Ponggok Begitu Menginspirasi?

Yogyakarta, COMMIT – Inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari hal-hal biasa, dari ketidakberaturan, hal-hal kecil maupun dari keadaan terencana. Itu pula alasan mengapa unsur Pemerintah Kabupaten, perwakilan kecamatan, desa hingga anggota tim koordinasi dan sekeretariat PKPM di Luwu Timur melaksanakan studi tiru terencana ke Yogyakarta, 3-6 November 2018.

***

PKPM adalah Program Pengembangan Kawasan dan Pemberdayaan Masyarakat yang sedang didorong Pemda Luwu Timur bersama pemangku kepentingan atas dukungan PT. Vale Indonesia. Ada 28 orang meliputi perwakilan Sekretariat PKPM, Camat, Pemerintah Kabupaten, perwakilan Universitas Hasanuddin, PT. Vale dan fasilitator pendamping kawasan di PKPM.

Bagi penggiat pemberdayaan masyarakat desa, siapa yang tak kenal Desa Ponggok di jagad pemberdayaan ekonomi desa? Desa dimana kita bisa berekreasi, berenang, bersepeda dalam air, dihibur ikan aneka warna.

Dari Ponggok, para fasilitator kecamatan PKPM membagikan perspektif dan inspirasi yang diperolehnya kepada COMMIT. Mereka adalah Adolfina Sambo, Andi Narwis, Alwy Chaidir dan Faizal Halim. Berikut laporannya.

Desa ini terkenal karena kemampuan Pemerintah Desa memoles wahana pemandian bersejarah dengan pendekatan inovatif. Mereka memanfaatkan momentum implementasi UU Desa. Saat ini telah menghasilkan dana hingga 1 miliar lebih pertahun. Inilah salah satu alasan mengapa desa ini menarik dijadikan obyek pembelajaran.

“Ponggok adalah desa wisata berbasis pengelolaan permandian.” kata Andi Narwis.

Suasana pemandian (dok: Faizal Halim)
Suasana pemandian (dok: Faizal Halim)

“Pemandian ini sebelumnya berupa terowongan air zaman Belanda. Kolam ini adalah juga bagian tata kelola PT Aqua. Tak hanya sebagai sumber air minum tetapi juga digunakan sebagai tempat mandi oleh masyarakat Ponggok,” jelas Andi Narwis sebagaimana dilihat dan dengar dari pengelola Bumdes.

Tata kelola

Menurutnya, hadirnya Bumdes Tirt Dharna sebagai pengelola permandian tak langsung didirikan begitu saja tetapi didiskusikan di tingkat desa dan memastikan kesiapan masyarakat.

“Jadi yang didorong adalah unit-unit usaha yang dikelola warga kemudian melembaga menjadi Bumdes atas kerjasama dengan Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten,” tambah Adolfina Sambo.

Salah satu sudut Desa Ponggok (dok: PKPM/COMMIT)
Salah satu sudut Desa Ponggok (dok: COMMIT)

Faizal Halim, peserta lainnya menemukan bahwa data Pemdes Ponggok menunjukkan meningkatnya jumlah pendapatan desa dari usaha Bumdes. Tahun 2011 ada sebesar 95 juta, kemudian naik 70 juta di tahun berikutnya. Kemudian 80 juta di 2013, lalu melonjak ke angka 350 juta di tahun 2014.

“Antara tahun 2015 hingga 2016, melonjak dari 810 juta ke 1,2 miliar!” jelas Faizal.

Yang menarik, kata Faizal, sistem bagi hasilnya disepakati dengan proporsional seperti disetor ke APBDes sebesar 30%, pengembangan Bumdes 25%. Komisaris, Direksi, dan karyawan sebesar 15%. Kemudian cadangan modal 10%, dana pendidikan dan kesehatan 10% serta Badan Pengawas sebesar 10%.

Fasilitator PKPM Towuti itu menyebut bahwa jalan perubahan Desa Ponggok sesungguhnya tidak dimulai dari Dana Desa atau Alokasi Dana Desa.

Fasilitas yang tersedia (dok: Faizal Halim)
Fasilitas yang tersedia (dok: Faizal Halim)

“Mereka hanya mengandalkan pendapatan Asli Desa.  Potensi utamanya hanyalah mata air di beberapa titik.  Dari situlah Unit Usaha Bumdes bermula. Hal ini ditunjang oleh penguatan SDM dan keikhlasan pengelolanya,” kata Ical begitu sapaannya.

Menurut pria yang biasa disapa Ical itu, mengelola PAD lebih mudah daripada mengelola dana desa atau ADD.

“Tdak perlu ada kekhawatiran terkait masalah pemeriksaan keuangannya sebab ini sudah menjadi kesepakatan bersama, di dalam desa,” katanya.

“Di sana ada 8 orang yang ditugaskan mengelolanya.  Bumdes mambangun wahana yang berada di seputaran kolam, sebagai milik pemerintah, wahana ini disewakan. Untuk harga tiket masuk 15 ribu perorang,” tambahnya.

Faizal menemukan bahwa dari hasil hitungan kasar dapat diterima 600 jutaan per bulan. Kalau hari-hari besar nasional,  lebaran bisa sampai 1,2 miliar hitungan bulannya.

“Luar biasa!” decaknya.

Para peserta menyesap inspirasi (dok: Faizal Halim)
Para peserta menyesap inspirasi (dok: Faizal Halim)

“Kalau hari libur nasional seperti Lebaran,  seminggu sebelumnnya, karyawan akan diminta untuk lembur dan akan mendapat bagi hasil keuntungan sebesar 2% dari penghasilan hari itu,” tambahnya lagi.

Bisa ditiru

Tanggapan lainnya disampaikan Alwy, dia mengaku sangat terinspirasi dari pengalaman di Desa Ponggok.

“Saya belum bisa move on dari ini desa ini karena kuatnya inspirasi yang ditawarkan.” akunya.

Pengakuan Alwy terasa melankoli tapi itulah yang dialaminya. Dia masih tercengang dengan prestasi Desa Ponggok yang menurutnya luar biasa dan harusnya bisa juga diterapkan di tempat lain.

Menurut Alwy, yang merupakan fasilitator program PKPM untuk Kecamatan Nuha, dengan potensi alam yang Desa Ponggok miliki, mereka bisa mengubah dari yang sebelumnya merupakan desa tak terkenal, tak berdaya, kini menjadi desa yang makmur.

“Dengan luas wilayah yang kurang lebih 70.000 ha dan jumlah penduduk yang hanya 2.600 jiwa, toh, mereka bisa berubah. Saya kira karena ada komitmen nyata, keikhlasan dan kerja keras. Itu kuncinya,” katanya.

“Harusnya, kita juga bisa. Kita bisa kaji dan tiru yang baik-baik untuk lokasi serupa di Luwu Timur,” pungkas pria asal Wotu ini.