Makassar, COMMIT – Isu kesiapsiagaan bencana menjadi hal mendasar dan dibutuhkan di Indonesia. Ada beberapa regulasi dan kebijakan yang menunjukkan betapa isu ini harus terintegrasi dengan berbagai aspek seperti bidang kesehatan, lingkungan, sosial ekonomi hingga pembelajaran di bangku sekolah.
Lantaran itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerjasama dengan FIK KSM menggelar workshop regional Implementasi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) wilayah Indonesia bagian Timur di Kota Makassar, (28-30 Desember 2018).
Peserta terdiri dari perwakilan BPBD, Dinas Pendidikan, Perguruan Tinggi, Lembaga Masyarakat, Kanwil Kemenag, PMI dari 11 provinsi di Indonesia bagian timur meliputi Sulawesi, Maluku, Papua termasuk Kalimantan Timur.
“Tujuannya untuk berbagi update implementasi Satuan Pendidikan Aman Bencana di Indonesia bagian Timur. Berdiskusi tentang kemajuan dan dinamikanya, tentang fakta keberhasilan dan apa rencana aksi SPAB. Mendiskusikan bentuk kolaborasi multi aktor seperti Pemerintah dan NGO,” kata Jamjam Muzaki dari Kemendikbud pada saat pembukaan acara di Hotel Almadera, Makassar, 28/12.
Menurut Jamjam, yang hendak dihasilkan dari workshop ini adalah lahirnya Rencana Aksi yang serupa dengan apa yang telah diinisiasi di regional Indonesia Tengah di Lombok dan Barat di Padang.
“Ke depan, perlu dipikirkan satuan pendidikan aman bencana. Seperti apa, mau berapa, seribu, lima ribu? Apakah bisa segera direalisasikan untuk Indonesia bagian timur?” jelasnya.
Menurutnya, organisasi seperti BPPD, Dinas Pendidikan baik provinsi maupun kab/kota serta Diknas, Kemenag diharapkan dapat berkolaborasi dalam mendorong berjalannya SPAB.
“Indikatornya, bagaimana memastikan kesiapsiagaan, ketersediaan fasilitas yang aman. Lalu ada manajemen sekolah yang mampu menghadapi risiko serta punya kapasitas,” imbuhnya.
Kepala BPBD Sulsel, Syamsibar, menegaskan bahwa Pemerintah Sulsel, melalui Gubernur Nurdin Abdullah ingin menganggarkan dana hingga 100 miliar demi kesiapsiagaan bencana ke depannya.
“Bisakah dana 20% nasional untuk bidang pendidikan bisa dialokasikan hingga 2% untuk isu kebencanaan? Dari sekadar pertemuan evaluasi tahunan menjadi triwulan,” katanya menyodorkan gagasan.
Workshop yang dikelola oleh FIK KSM Takalar ini menghadirkan banyak narasumber yang kompeten di bidangnya seperti Suprayoga Hadi, Ahli Perencana Utama Bappenas, Prof. Sahabuddin, Staf ahli Menteri Sosial bidang teknologi kesejahteraan sosial.
Hadir pula Dr. Nuraini Rahma Hanifa dari Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN), Yanti Sriyulianti/Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan serta aktivis pengorganisasi masyarakat di alur sungai di Gowa, Kaharuddin Daeng Muji.
Workshop ini membekali peserta tentang pentingnya penekanan pada upaya mendorong inisiatif ‘creating public value’ terkait isu kebencanaan dan pendidikan ini, bentuk dukungan dan legitimasi, kapasitas teknis di provinsi, kab/kota dan desa.
Muaranya pada pentingnya menyusun rencana aksi, seperti fasilitasi regulasi, kebijakan, integrasi, advokasi. Penguatan kapasitas teknis seperti SPAB, pelatihan dengan memanfaatkan e-Learning.
Para peserta antusias terutama pada pembahasan tentang perlunya mainstreaming isu kesiapsiagaan bencana ke dalam pendidikan yang dibawakan oleh Suprayoga Hadi, Ahli Perencana Utama Bappenas.
Demikian pula Prof. Syahabuddin dari Kemensos yang membahas isu kerawanan sosial. Hal yang menurutnya perlu mendapat perhatian selain isu-isu bencana alam seperti gempa atau tsunami.
Sesi menarik juga dipaparkan Yanti Sriyulianti dari Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) yang berbagi pengalaman memfasilitasi situasi tanggap darurat menunju sekolah atau madrasah ramah anak.
“Yang kita lakukan, memfasilitasi perekrutan dan mengirim satuan istimewa siaga pendidikan meliputi assessment dan deteksi. Kami mendukung pengelolaan POS pendidikan, bimbingan teknis dukung psikososial yang terarah pada pemulihan pendidikan.
“Kita juga memfasilitasi pembangunan kelas sementara berbahan lokal. Mendistribusikan bantuan hingga kampanye kembali belajar ke sekolah/madrasah. Kita ikut mendampingi para pelopor kebaikan,” katanya.
Hadir pula Zulfikri Anas staf Puskurbuk Kemdikbud yang memberikan pencerahan tentang pengintegrasian pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum. Peserta sangat antusias menyimak paparannya.
“Kami ingin tahu berapa jumlah staf di Kemdikbud yang memahami betul kurikulum seperti yang Bapak paparkan. Kami minta nomor kontak Bapak untuk kami undang ke Gorontalo, “ujar salah seorang peserta.
Di hari kedua, peserta berdiskusi sesuai provinsi masing-masing dan mengisi form isian yang disiapkan oleh fasilitator berkaitan isu-isu kebencanaan, pengalaman pengintegrasian isu pendidikan dan kebencanaan serta usulan prioritas program untuk level Pusat, provinsi hingga sinkronisasi program.
Sesi terakhir, peserta yang difasilitasi oleh Kamaruddin Azis Dari COMMIT Foundation, Lisa Herniati Wahana Visi Indonesia dan Ketua Tim Fasilitator H. Iskandar Leman menyatakan komitmennya untuk mempercepat keterlaksanaan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di wilayah Indonesia bagian timur.
Para peserta sepakat dan menandatangani rencana pelaksanaan tiga pilar pendidikan aman bencana, yaitu fasilitas sekolah aman, manajemen bencana di sekolah dan pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana.