COMMIT-FOUNDATION.ORG – Sejak proyek Sulawesi Capacity Development Project atau CD Project selesai pada akhir tahun 2012, ide besar untuk menyiapkan wahana interaksi alumni proyek-proyek JICA di Indonesia bagian timur digaungkan.
Tidak butuh waktu lama hingga terbentuk Yayasan Prakarsa untuk Transformasi Masyarakat atau the Community Initiative for Transformation atau the COMMIT Foundation.
Berdirinya COMMIT menjadi jawaban atas pentingnya ‘resources bank’ bagi tema pembangunan daerah dan peran serta masyarakat.
Dalam praktiknya,. sejumlah alumni, fasilitator, master facilitator, peneliti, perencana, kepala daerah, pejabat eselon, yang berhimpun dalam resource bank ini berbagi pengalaman, pengetahuan, hingga saling berbagi informasi dan peluang untuk terus menerus meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan pembangunan daerah.
Buktinya adalah sejumlah pertemuan, seminar, lokakarya, pelatihan, knowledge sharing dengan guru, mitra belajar dan masyarakat yang dilaksanakan. Baik secara sukarela, maupun kontraktual.
Sejumlah kerjasama atau sharing resources antara COMMIT dan dengan kabupaten-kota, provinsi, termasuk lintas provinsi dan dengan Japan International Cooperation Agency telah digelar. Itu berarti organisasi alumni ‘JICA’ terus menggeliat.
Kemarin, 26 April 2024, kantor baru kami di Jalan Pengayoman atau di AKIK Hijau kedatangan tamu istimewa, sahabat lama, alumni JICA CD Project, Shintani Nouyuki, plus Ida Gosal dan Fatma.
Ini momentum silaturahmi yang baik dan bisa berbagi pengalaman, inspirasi dan tentu saja harapan-harapan baik.
Senang sekali mendengarkan pengalaman Shintani tentang tantangan perencanaan pembangunan daerah seperti Sulsel, perlunya penguatan kapasitas tambahan hingga munculnya inisiatif untuk kolaborasi lintas aktor.
Sementara Guru Ashar bicara tentang pengalamannya menanam benih pisang yang oleh penyedia disebut Cavendish.
“Bro, tahu tidak jauh sebelum Pj bicara Cavendish, saya sudah tanam di Pattallassang Gowa,” kata Guru Ashar.
“Ada beberapa batang bibit asal Jawa saya tanam tapi setelah berbulan-bulan, meski benih disebut sama, Cavendish, namun yang tumbuh aneka jenis pisang.”
Artinya, kata Guru Ashar, kita perlu betul-betul yakin bahwa jika ingin membangun agrobisnis berbasis komoditi luas seperti Cavendish, pastikan ada pusat benih yang jelas, tersedia dan dapat diakses luas oleh petani kita.
“Jangan sampai tanam Cavendish, buahnya pisang Unynyi-Unynyi’.
Sosodara, dari beliau bukan hanya kisah pisang, tetapi juga pentingnya kesadaran kolektif kita sebagai Bangsa Daerah untuk mawas diri pada realitas di sekitar kita, pada organisasi atau tatatan yang ada.
“Kenapakah kayak tong kita ini seperti tidak punya apa-apa kalau ada pemimpin kita bahas commodity-based seperti Cavendish?”
“Kita ini sudah lengkap, ASN dengan banyak latar belakang dan kapasitas — siapa bilang kapasitas kita lemah? Organisasi perangkat daerah yang lebih dari cukup, lembaga riset tersedia, koperasi.
“Cuma kadang-kadang lupa kalau itu ada, Pj Gubernur ingin Cavendish, kita kasak-kusuk seperti menganggap tidak ada yang bisa dioperasionalkan mendukung ide itu.”
“Belum lagi keberadaan koperasi petani kita, coba deh buka-buka sejarah mengapa banyak tanaman atau buah-buaha kita dari Bangkok Thailand. Cobalah lihat dan bandingkan bagaimana kemampuan kita di urusan itu.”
Kurang lebih begitu poin Guru Ashar.
Begitulah sekelumit COMMIT dan obrolan kami sore itu.
Panjang umur perjuangan!
Redaksi