Donggala, COMMIT – Azis Gapnal, perwakilan Yayasan COMMIT membagikan cerita ringan tapi penting untuk ditelaah saat dia berkunjung ke pesisir Kabupaten Donggala, kabupaten yang terpapar bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu. berikut ceritanya kepada kita semua.
Aziz memulai.
Rupanya, perahu pun bersepatu. Ini kali pertama mendengar dan menyaksikan langsung ada perahu menggunakan sepatu. Semua perahu milik nelayan di Dusun 4 Desa Tatari Kabupaten Donggala menggunakan sepatu.
Sepatunya terbuat dari kayu. Dengan menggunakan sepatu, perahu nelayan bisa meminimalisir kebocoran perahu. Karena itu, perahu nelayan di kampung ini bisa bertahan lebih lama hingga puluhan tahun.
Dengan sepatu perahu bisa menyusuri pasir bahkan bebatuan dengan leluasa tak perlu takut bocor atau tergerus batu karang.
Pemakaian sepatu pada perahu nelayan di desa yang terkenal dengan sentra produksi rono tapa ini, mulai dikenal beberapa tahun lalu.
Persisnya, sejak sosok nelayan dari etnis Bajo Desa Malei Kabupaten Toli-Toli yang terkenal sebagai komunitas pelaut ulung itu, menikah dengan putri nelayan di kampung Lero Tatari.
Sosok yang satu ini adalah sosok yang sangat berjasa bagi nelayan Lero Tatari. Pengalamannya sudah tidak diragukan lagi, selama 20 tahun membuat dan memperbaiki perahu yang rusak.
Pengetahuan dan keterampilannya membuat sepatu perahu juga sangat dibutuhkan oleh nelayan Lero Tarari.
Sosok itu adalah Pak Sahid (55 thn). Ilmunya membuat dan memperbaiki perahu termasuk sepatu diperoleh dari pamannya almarhum Salim di Kampung Bajo, Desa Malei Kabupaten Toli-Toli.
“Ilmu itu tidak boleh disembunyi pak, di dusun 4 ini sudah ada 9 orang yang bisa memperbaiki bahkan bisa membuat sepatu perahu,” kata Sahid.
“Saya tidak mau lagi jadi buruh pembuatan perahu. 20 tahun adalah waktu yang cukup lama yang saya telah habiskan untuk membuat dan memperbaiki perahu,” pungkasnya saat disampaikan betapa besar manfaat ilmunya bagi nelayan setempat.
Penulis: Aziz Gapnal
Editor: K. Azis