COMMIT – Membangun Indonesia di momentum Poros Maritim atau Nawa Cita tak bisa mengabaikan titik-titik strategis seperti kawasan Teluk Bone di Sulawesi. Di teluk yang menjadi beranda 11 kabupaten/kota Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan ini terhampar kekayaan sumber daya pesisir dan laut nan memukau. Kekayaan yang bisa menjadi menjadi kekuatan ekonomi kawasan.
Potensinya tersebar di Kabupaten Bombana, Kolaka, Kolaka Utara yang masuk Provinsi Sulawesi Tenggara hingga yang masuk Sulawesi Selatan yaitu Bulukumba, Sinjai, Bone, Wajo, Luwu, Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur.
Ikan-ikan pelagis kecil seperti teri, layang, tongkol hingga pelagis besar seperti cakalang, tenggiri, tuna adalah potensi perikanannya. Juga kepiting bakau, rajungan, udang dan kekerangan.
Selain itu, terdapat hamparan terumbu karang, ekosistem mangrove serta ekosistem pasir yang bisa menjadi destinasi wisata.
Gambaran di atas melintas di pikiran kala berkunjung ke Desa Pasi-Pasi, Kecamatan Malili, Luwu Timur sembari memandangi pesisir yang rindang mangrove hingga lautan luas ke batas cakralawala di sepanjang Kolaka ke Bombana.
Patut dicatat bahwa dari Luwu Timur hingga Kolaka dan Bombana usaha perikanannya tidaklah setanding dengan geliat perikanannya seperti Lappa Sinjai atau Bone yang telah lebih dulu jadi sentra perikanan top. Karenanya membutuhkan penanganan yang cermat agar bisa bersaing dengan lokasi lain di Sulawesi.
***
Siang itu, Askar (35) baru saja pulang dari memasang jaring perangkap rajungan.
Meski hanya menggunakan perahu yang layak disebut sampan namun dia mengaku bahwa rajungan dan kepiting bakau sangat banyak di lautan dekat desanya. Ini pula yang menjadi alasan mengapa dia meninggalkan Wajo di selatan dan tinggal di Pasi-Pasi.
Askar, pria Bugis asal Sengkang yang telah menjadi warga Pasi-Pasi itu tidak sendiri. Ada ratusan nelayan di desanya yang memanfaatkan potensi Teluk Bone, terutama di area Kecamatan Malili Timur.
“Sebagian besar pencari kepiting rajungan.” kata Kepala Desa Pasi-Pasi, Yusuf Saman saat ditemui di dermaga desa, (07/08).
Bukan hanya, Desa Pasi-Pasi juga merupakan salah satu desa yang dapat dikembangkan untuk pariwisata pantai. Di desa itu telah dibangun dermaga dan tiga gazebo yang menurut Kepala Desanya dibangun di tahun 2017.
“Program pengembangan kapasitas nelayan juga telah dibantu oleh Program PMDM PT Vale,” tambahnya.
“Programnya beragam, ada untuk kesehatan, pendidikan dan bantuan alat tangkap bagi nelayan. Nelayan kami masih skala kecil. Inilah yang harus kami bantu,” sebut Yusuf yang didampingi beberapa perangkat desanya.
“Kalau APBN termasuk APBD belum ada yang menyasar nelayan tangkap,” akunya.
Menurutnya, di desa itu pernah didorong budidaya rumput laut namun tidak berhasil. Salah satu alasannya adalah kualitas air yang tidak terlalu bagus.
“Dulu kita datangkan rumput laut Gracilaria dari Takalar,” kata Kades.
“Ke depan, kami sangat senang jika ada yang tertarik membangun Pasi-Pasi. Untuk kegiatan pariwisata apalagi sudah ada dermaga dan gazebo ini. Hamparan mangrove cukup panjang bisa sampai 3 kilo untuk jadi lokasi wisata,” ujarnya.
Selain gazebo, di sana sudah ada dua bangunan yang menyediakan toilet dan kios. Jadi sudah ada dasar untuk pengembangannya.
Desa Pasi-Pasi berbatasan Desa Harapan di utara dan Balantang. Pasi-Pasi adalah bagian dari kecamatan Malili yang merupakan desa pesisir bersama Desa Baruga, Balantang, Wewang Reu dan Harapan.
“Malili punya desa yang pesisir. Ada lahan tambak seperti di Baruga,, Wewang Reu. Yang ada tambak bandeng, bukan lagi udang karena sudah beda, tidak seperti dulu,” kata Andi Narwis, fasilitator PMDM di Malili yang juga ikut menyambangi Pasi-Pasi.
“Untuk program pesisir, seingat saya yang pernah dibantukan adalah sarana nelayan, pengadaan pukat, jaring. gabus atau cold box, penampung air bersih. Termasuk dermaga dan gazebom” tambahnya.
***
Andi Yayath Pangerang, aktivis lingkungan di Luwu Timur saat dihubungi menyatakan bahwa isu Teluk Bone telah lama menjadi perhatian para praktisi kelautan dan LSM.
“Bukan hanya di Luwu Timur tetapi juga teman-teman di Kolaka, di Sulawesi Tenggara. Kita bahkan telah melaksanakan pertemuan. Semacam konsolidasi untuk sama-sama mengeroyok Teluk Bone. Sudah lama sekali, tahun 2000-an,” katanya.
“Beberapa waktu lalu (tahun lalu) kita sudah sounding ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahkan sudah disampaikan ke Menteri Susi saat datang ke Kolaka tapi belakangan ini gaungnya melemah lagi. Kita perlu angkat lagi,” tambahnya.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari beberapa pihak selain potensi sumber daya pesisir yang masih perlu sentuhan pengelolaan, terdapat pula ancaman yang perlu diantisipasi. Yaitu penggunaan alat tangkap merusak seperti bom ikan dan bius dari nelayan dari salah satu atau beberapa kabupaten bertetangga. Selain itu, konversi mangrove menjadi lahan permukiman dan tambak, termasuk adanya ancaman sendimentasi yang hebat di beberapa muara sungai.
Sementara itu, Kepala Bidang Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Luwu Timur, Satya Yulianti mengatakan bahwa potensi budidaya perikanan di Luwu Timur cukup besar meski saat ini anggaran yang tersedia belum memadai dibanding luas wilayahnya.
“Ada beberapa lahan tambak berisi bandeng dan udang, termasuk rumput laut meski jumlah pelakunya tak sebanyak di tempat laini. Tapi secara umum prospektif,” katanya saat ditemui di kompleks Bupati Luwu Timur.
“Membangun Teluk Bone, atau Luwu Timur secara khusus, maka perlu didorong pembangunan infrastruktur ekonomi wilayah antara desa pesisir. Misalnya desa-desa yang mempunyai produksi rumput laut dibangunkan unit prosessor atau pabrik pengollahan chip atau agar-agar. Jangan lupa pengorganisasian mereka,” kunci Satya Yulianti. (Laporan Kamaruddin Azis dari Malili)