POHUWATO, COMMIT – Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Baperlitbang) Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Irfan Saleh berbagi cerita tentang satu desa di Kecamatan Taluditi yang pantas didorong sebagai desa ekowisata idaman. Kepada pembaca laman COMMIT, sosok yang juga alumni ToT Perencana JICA-CD Project dan alumni Universitas Tadulako itu berbagi laporannya.
***
Hari ini, kami berkunjung ke Desa Makarti Jaya, begitu nama desanya. Sesuai hasil observasi kami, desa ini sangat berpotensi dengan pesona keindahan alam dan flora faunanya. Ke depan, desa ini dapat menjadi salah satu desa ekowisata andalan di Pohuwato.
Kenapa? Karena daerahnya subur dan kaya akan buah-buahan. Bisa jadi karena berbatasan alur sungai dan hutan yang masih subur dan lebat. Desa ini sudah banyak dikunjungi wisatawan mancanegara karena memiliki biodiversitas langka salah satunya hewan tarsius terkecil di dunia.
Berdasarkan laporan organisasi Burung Indonesia, Program Gorontalo, bentang hutan di sekitar Taluditi termasuk Popayato dan Paguat di Kabupaten Pohuwato dihuni 20 jenis mamalia. Ada 15 di antaranya merupakan jenis endemik Indonesia yang terancam punah.
Beberapa di antaranya seperti anoa pegunungan atau Bubalus quarlesi, lalu monyet hitam Gorontalo, Macaca hecki, babirusa Sulawesi atau Babyrousa celebensis, kuskus beruang Sulawesi, Ailurops ursinus serta Tarsius Sulawesi atau Tarsius tersier.
Itulah yang menjadi alasan mengapa desa ini pantas didorong sebagai desitinasi
Karena itu pula, dalam rangka merealisasikan terwujudnya Makarti Jaya sebagai destinasi wisata, saya mengajak kepada kepala Dinas Pariwisata Pohuwato agar segera memfasilitasi dukungan ke desa tersebut melalui kerjasama dengan organisasi Burung Indonesia.
Ke depan, perlu mendorong model kolaborasi rencana aksi terkait ekowisata tersebut.
Pada kunjungan kami tersebut, hadir Kepala Baperlitbang, Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Kades Mekarti Jaya, manajer program Burung Indonesia, fasilitator desa, para pemuda yang selama ini menjadi pemandu wisatawan mancanegara di tempat ini.
Desa Makarti Jaya adalah Desa eks Transmigrasi yang saat ini berpenduduk sebanyak 878 jiwa. Berdiri di tahun 2002, dengan luas desa mencapai 9 kilometer persegi.
Saat ini dipimpin oleh Kades Slamet Riyadi. Dia Kades bersama masyarakatnya yang menolak masuknya usaha perkebunan kelapa sawit karena dianggap tidak ramah lingkungan dan dapat mengancam ketersediaan air.
Berdasarkan info desa mereka, desa ini berbatasan dengan hutan milik negara, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pancakarsa II, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kalimas dan UPT Marisa VI, Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan milik Negara.
Makarti Jaya memiliki areal pegunungan mencapai 30% dari luas wilayahnya yang mencapai 12 ribu hektar. Panjang jalan desa 20 kilometer dan dilalui Sungai Milango. Luas hutan 44 hektar, luas sawah 246 hektar, kebun 121 hektar.
Warga desa awalnya merupakan pendatang dari Desa Pancakarsa II, dari Desa Malango. Desa yang majemuk dan diisi sekurangnya 6 etnis yaitu Jawa, Sangihe Talaud, Madura, Bali, Lombok dan Suku Gorontalo. Mata Pencaharian utama masyarakat adalah petani-pekebun, meliputi petani sawah, pekebun kakao dan jagung. Luas lahan perkebunan mencapai 200 hektar.
Terkait misi menjadikan Mekarti Jaya sebagai desa ekowisata, Irfan menyatakan telah punya rencana untuk melakukan survey.
“Kami rencana akan bermalam di sana, permantap dokumen RPJMDes dan memantau tarsiur. Ada info bahwa mulai jam 6 sore, sudah keluar dari sarangnya. Saya akan bawa tim kerjasama pembangunan bermalam, di antaranya Kadis porapar, Kadis perkim, Kadis Pertanian dan Kadis DLH,” tambah Irfan.
Menarik ya?