COMMIT – Pembaca sekalian, Abdul Azis Gapnal, salah seorang master facilitator jebolan JICA PKPM dan CD Project membagikan renungannya tentang satu desa bernama Petapa, di Sulawesi Tengah. Dia ke sana setelah 10 tahun. Desa yang disebutnya berhasil menyelesaikan masalahnya setelah andil fasilitator masyarakat.
Berikut ceritanya.
***
Setelah 10 tahun kemudian. Senin, 8 Maret 2021, saya kembali menginjakkan kaki di Desa Petapa Kabupaten Parigi Moutong – Sulteng.
10 tahun lalu antara tahun 2009 dan 2010), Desa Petapa merupakan lokasi praktik pelatihan fasilitator masyarakat melalui kerjasama program antara Sulawesi Capacaty Development Project – Japan International Cooperation Agency (CD Project – JICA) dengan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong.
Saat itu, petani Desa Petapa masih merasa trauma atas bencana tanah longsor yang menimpa mereka, 3 tahun sebelumnya. Bencana alam tahun 2007 itu, menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan puluhan hektar areal persawahan tertimbun material longsoran.
Harapan petani untuk kembali menggarap sawah mereka kian pupus. Karena konflik antara desa akibat pemekaran kecamatan menyeruak kembali pada penutupan dan pengrusakan bendungan dan saluran irigasi yang mengarah ke areal persawahan desa Petapa.
Akibatnya, petani desa Petapa umumnya beralih pekerjaan. Di antaranya, jadi pekerja serabutan, penambang emas tradisional, buruh atau kuli bangunan dan lain sebagainya.
Dua orang di antara foto di atas adalah alumni pelatihan fasilitator CDP – JICA. Merekalah, para fasiliator masyarakat yang secara sukarela memfasilitasi dan mengajak warga Desa Petapa untuk berdamai, membangun rekonsiliasi dengan dua desa tetangga.
Ibarat gayung bersambut, perdamaian pun terwujud. Bersama pemerintah kecamatan Parigi Tengah ketika itu, warga 3 desa bergotong royong memperbaiki bendungan dan saluran irigasi.
Akhirnya, air bisa kembali sampai pada areal persawahan yang sudah bertahun tahun tidak terjamah.
Meski tanpa proyek, fasilitator terus berdiskusi dengan warga dan pemerintah desa petapa dan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten Parigi Moutong khususnya dinas pertanian dan Dinas PUPR.
Dengan penuh keyakinan, diikuti petani lainnya, Kades Petapa ketika itu mulai menginisiasi membunyikan mesin traktor, membajak sawah yang sudah sekian tahun nganggur.
Panen perdana berhasil. Petani semakin antusias bertani, dinas pertanian pun membangun saluran sekunder, dan secara perlahan diikuti dinas PUPR mengeruk material longsoran yang menimbung areal persawahan.
Alhamdulillah, panen perdana menyadarkan beberapa petani untuk mengalihkan bantuan raskin dari pemerintah.
Hingga saat ini, areal persawahan Desa Petapa kembali pulih dan produktif. Melalui Dana desa, Pemerintah Desa Petapa memberikan bantuan bibit dan pupuk secara gratis kepada petani di Desa Petapa.
Setelah 10 tahun, dan setelah 2 kali pergantian kepala desa Petapa. Tahun ini akan kembali beraktivitas di Desa Petapa untuk mencetak fasilitator masyarakat, semoga bisa menggantikan posisi sejumlah alumni yang sudah pada terangkat jadi ASN, sebagaimana kedua alumni di foto tersebut.
Keduanya, telah berhasil dan terangkat jadi abdi negara yaitu sebagai pengajar di Sekolah Menengah Atas.
Tulisan ini dibuat, Kamis pagi 11 Maret 2021 saat menunggu di tempat pencucian kendaraan di Kota Palu, saya menunggu, seperti bertapa, mengenang sejumlah hikmah dari Desa Petapa.
Editor: K. Azis