Testimoni Sosiolog Unhas atas Buku Meta-Fasilitasi Karya Wada dan Nakata

Sosiolog senior dari Universitas Hasanuddin, Prof Darmawan Salman menorehkan hasil penelisikannya atas buku “Menjangkau Realitas Lapangan: Meta Fasilitasi bagi Pekerja Pembangunan Masyarakat” yang ditulis oleh Nobuaki Wada dan Toyokazu Nakata, keduanya praktisi sekaligus pemikir pemberdayaan masyarakat yang telah wara-wiri di berbagai negara Asia Tenggara hingga Asia Selatan.

Dia menyampaikannya pada saat peluncuran buku yang disunting oleh Ashar Karateng, Kamaruddin Azis dan Ellena Khusnul Rahmawati di Ruang Meeting JETRO, Jakarta pada 17 Maret 2016. Berikut kutipannya:

***

Kegelisahan “orang luar” untuk “mendorong kemajuan” bagi “komunitas lokal”, “orang-orang desa”, “komunitas tertinggal” atau “dinamai apapun”, telah melahirkan berbagai kuasa: kuasa birokrat, teknokrat, perencana,  konsultan, fasilitator masyarakat, dan sebagainya. Mereka datang “membawa pengetahuan” untuk diaplikasikan bagi “dorongan kemajuan” tersebut, setelah itu mereka pulang – dan mendapatkan ucapan terima kasih.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah: pengetahuan siapakah yang pantas diaplikasikan untuk perubahan orang lokal, orang desa, orang tertinggal tersebut? Apakah pengetahuannya orang luar berdasarkan kerangka konseptual yang dipunyainya, ataukah pengetahuan yang ditangkap oleh orang luar tentang orang dalam yang difasilitasinya, ataukah  pengetahuan orang dalam itu sendiri yang harus ditangkap oleh orang luar dengan benar?

12932905_10206198075691766_2856247405343338402_n

Buku ini memberi peringatan kepada mereka yang bernama fasilitator masyarakat, untuk berhati-hati dalam menjangkau dengan benar realitas lapangan. Mengapa? Karena desa, lokalitas dan komunitas bukanlah ruang hampa, ia adalah realitas manusia yang bisa menyampaikan emosi, persepsi, ekspektasi ataupun fakta.

Dengan sederhana, buku ini menyarankan: perdalamlah pengetahuan tentang fakta dalam mendampingi masyarakat; ajukanlah pertanyaan dan lakukanlah observasi yang tidak terjebak pada persepsi serta tidak tergoda pada ekspektasi –  apakah itu dalam membedakan masalah dengan isu, apakah itu dalam menyusun rencana aksi partisipatif, pun apakah  itu dalam menjalankan evaluasi yang reflektif.

Buku ini memperkenalkan konsep meta-fasilitasi. Sepanjang yang saya tangkap, meta fasilitasi dalam buku ini menekankan pentingnya kemenyatuan antara pengetahuan dengan kesadaran. Meta fasilitasi meniscayakan seorang fasilitator untuk mendorong dialog pengetahuan dan kesadaran di antara warga komunitas yang didampinginya, pun meta fasilitasi meniscayakan dialog pengetahuan dan kesadaran antara diri fasilitator sebagai “orang luar” dengan warga komunitas sebagai “orang dalam”.  Maka wahai para fasilitator komunitas, berselancarlah dalam kemenyatuan pengetahuan dengan kesadaran di antara warga komunitas dampinganmu.

***

Tentu saja isi buku ini hanyalah salah satu tawaran cara dalam memahami realitas lapangan. Perencana daerah memiliki caranya  sendiri dalam menangkap realitas lapangan melalui data statistik di belakang meja. Konsultan memiliki caranya sendiri dalam menangkap realitas  lapangan melalui rumus dan model sistem yang dibangunnya. Peneliti memiliki caranya sendiri dalam menangkap realitas lapangan melalui metode deduktif-induktif yang diklaimnya. Meta fasilitasi hadir menawarkan diri di tengah kekayaan cara yang telah ada tersebut.

Saat ini, dalam implementasi UU Desa-misalnya, kita menyaksikan pemerintah menempatkan pendamping desa yang cukup banyak di seluruh Indonesia. Mereka telah dibekali dengan sejumlah peraturan menteri dan petunjuk pelaksanaan. Mereka mengawal penggunaan dana yang cukup besar demi kemajuan desa. Bahwa pengetahuan yang dijadikan pendasaran dalam mendorong kemajuan itu tampaknya lebih berbasis petunjuk dari atas, maka itu juga adalah sebuah cara.

Meta fasilitasi hadir menawarkan kebenaran tentang cara menjangkau realitas lapangan. Kalau di tengah-tengah kita telah berlaku cara masing-masing dalam menjangkau realitas lapangan, maka siapa tahu di balik implementasi cara itu masih ada isi realitas lapangan yang belum terungkap. Untuk yang tersisa itu,  berikanlah kesempatan kepada meta fasilitasi dalam mengungkapnya.

Jakarta, 17 Maret 2016. Darmawan Salman, Unhas, Sosiolog.