Para Murid, Apa Kabarmu Kini? (Bagian 2)

Pagi tanggal 26 Maret 2016. Para peserta telah duduk manis. Mata tertuju ke Wada Nobuaki. Seperti biasa, seperti dulu-dulunya, mata dan telinga peserta harus fokus pada suara dan gerak geriknya. Gerak mulut dan penekanan-penekanannya. Wada terbiasa me-repetisi poin-poin penting. Dia seperti tak ingin membiarkan para muridnya hanyut di aliran deras pokok-pokok pikirannya.

Pukul 10.00 pertemuan dimulai.

Selain nama-nama yang disebutkan sebelumnya, telah hadir pula Elizabeth Prihatini. Eliz, begitu dia dipanggil, adalah alumni proyek PKPM-JICA Bappenas (2004-2006). Lalu Eko Wiji Purwanto, Kasubdit Air Minum dan Air Limbah, Perkim, Bappenas, Wiwit Heris dari SPEAK Indonesia serta Ira Lubis dari Bappenas.

Gendang pertemuan ditabuh Ellena lalu dilanjutkan oleh Eko dari Bappenas memberikan testimoni tentang ketertarikannya pada gaya dan isi Meta-Fasilitasi yang dikembangkan Wada. Sebagai perwakilan Pemerintah, menurut Eko, gaya ini sangat relevan dalam mendorong inisiatif warga seperti dalam menghadapi isu sanitasi dan air bersih.

Pagi itu ini adalah sesi perkenalan. Wada selalu begitu. Memberi kesempatan kepada muridnya baik yang lama maupun yang baru untuk menceritakan siapa dirinya dan apa yang dilakukan saat ini. Wada hendak menyegarkan memori dan menyambung kabar, pekerjaan dan aktivitas sekaitan praktik Meta-Fasilitasi ini. Satu persatu bicara.

Wada, Nur dan Waka (foto: Kamaruddin Azis)
Wada, Nur dan Waka (foto: Kamaruddin Azis)

“Saya ingin mendengar dari kalian setelah 6 tahun kita tak bertemu,” pantik Wada. Selama pelaksanaan CD project, Wada telah melatih untuk Meta-Fasilitasi, pertanyaan fakta, apa itu pertanyaan fakta bersama Nakata.  “Apa sebenarnya, yang kalian telah lakukan? Silakan satu persatu sampaikan ke saya, waktunya cuma 2 menit,” umpan Wada disambut gelak peserta. “My new bos, Waka (Miyashita), karena kalian baru, silakan kalian yang perkenalkan diri,” kata Wada yang mengaku telah pindah dari India ke Kathmandu, Nepal.

Dia melanjutkan. “Sejak 2015, saya berhenti dari Mura No Mirai dan bekerja sebagai tenaga kontraktual selama di Kathmandu dimana Waka adalah bos saya. Mura No Mirai, melaksanakan proyek di Kathmandu, untuk mendorong insiatif warga berkaitan lingkungan. Hal sama yang juga dialami di dunia, polusi berdasarkan perubahan gaya hidup. Saya akan menjelaskan ini selama sesi saya.” ungkap Wada.

Wada melanjutkan bahwa Waka bekerja di Mura No Mirai, bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelatihan, mengajak Wada dan Nakata terlibat dalam kegiatan mereka.

Ira, Nishida, Linda dan Eko (foto: Kamaruddin Azis)
Ira, Nishida, Linda dan Eko (foto: Kamaruddin Azis)

Ellena melanjutkan dan mengabarkan ada 10 orang alumni PKPM, setelah PKMP selesai, terlibat dalam di CD project, selain itu saya mempraktikkan ilmu saya membangun pertemanan, advokasi kabupaten/desa, harapan saya banyak orang yang akan tertarik.

Perkenalan diteruskan hingga peserta lain seperti Elizabeth, yang mengaku murid Wada sejak 2004 dan sekarang bekerja di Taman Nasional Bali Barat untuk membuat perubahan pola pikir taman nasional, Polhut, pengendalian ekosistem untuk bisa datang ke masyarakat dengan memfasilitasi masyarakat, melarang-melarang-melarang dan masyarakat masuk kehutan juga, selama 10 tahun mendampingi masyarakat, penangkaran jalak Bali yang disebut telah habis di alam.

“Kami sudah mengupayakan dengan penangkaran dan jalak Bali yang berkeliaran, dan beberapa pihak Taman Nasional yakin bahwa berteman dengan masyarakat bisa meringantkan pekerjaan mereka, setelah berteman dengan masyarakat mereka bisa pulas. Saya bersama II-Network, ada pak Nagahata,sekarang bekerja di Jawa Tengah karang anyarar, Wono Giri dan Sragen untuk pemberdayaan masyarakat pertanian.” Kata Eliz.

Azis melanjutkan. Nama saya Azis, saya seorang 10 dari yang disampaikan oleh Ellena. Wada and Nishida, itu yang membuat saya hari di sini, 2004-2006, JICA-Bappenas, project officer di CD Project.

“Pasca 2012 menjadi laki-laki panggilan. Kadang-kadang ke Bali, ke Kalimantan Barat kemudian oleh ibu Ellena kadang ke Pak Ruslan dan bantu-bantu pak Ibnu di Kota Palu. Sekarang masih jadi laki-laki panggilan,” ungkap Azis.

Sementara itu Nur Bone mengatakan kalau dia bekerja membantu LP2G untuk melatih kepala desa se Gorontalo Utara, 2014 bersama Burung Indonesia, sebuah organisasi lingkungan dan bertindak liaison officer untuk Gorontalo, Pohuwato dan Boalemo. Setelah Nur lalu pindah ke peserta berikutnya.

“Saya Nishida, 2006 di Bappenas, CD Project, induk ayam bertelur, induknya tidak perlu ada di Indonesia, tapi ke Afghanistan, COMMIT yang terima, sudah ada fasilitator, induknya ke Timor Leste, ke Kupang, Jakarta. PKPM, pindah ke negara lain. Sudah 9 tahun sudah capek bertelur. Ayam itu kembali ke tempat aslinya. Sedang berjalan-jalan, saya sangat bangga dan berterima kasih ke teman-teman, tetap ada kegiatan. Ada kegiatan ini, jadi satu kali datang dan salam, terima kasih.” Para perserta terbahak setelah perkenalan Nishida ini.

Sesi perkenalan berlanjut hingga semua dapat gilliran. Ibnu Mundzir yang bertugas di Setda Palu, Irfan yang menjabat Sekretaris Bappeda Pohuwato, Saoruddin dari Waktobi yang kini menjabat Kepala Bappeda, Halim yang juga Kepala Bappeda Konawe Kepulauan, Wana dari COMMIT, Linda dari FIK-KSM Takalar hingga Fatmawaty Nur yang bertugas sebagai interpreter untuk Wada.

Semua bicara, semua berbagi kabar. Begitulah layaknya pertemuan beberapa teman lama yang lama tak bersua. Pelatihan lanjutan ini layak disebut merefresh memori yang telah disita oleh beragam kesibukan masing-masing tentu dengan segala plus minus perkembangannya.